Memaknai Hijrah dalam Konteks Kekinian
Hadirin Sidang Jumat rahimakumullah
Tidak terasa kita telah berada di penghujung tahun 1440 H. Beberapa hari ke depan kita akan menutup tahun ini dan menyongsong tahun 1441 H. Allah Swt telah mengingatkan kita sebagai seorang mukmin untuk senantiasa menatap masa depan dengan penuh optimisme, sebagaimana termaktub dalam Surat Al-Hasyr ayat 18 sebagai berikut:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٞ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٖۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Memahami ayat tersebut, Allah Swt menyeru agar kita bertakwa yang diwujudkan dengan muhasabah al-nafs, introspeksi diri. Hal ini merupakan salah satu karakter muttaqin yaitu senantiasa mawas diri, mempersiapkan hari ini untuk kehidupan di hari esok. Dengan kata lain, orang-orang yang bertakwa seharusnya menjadi visioner.
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah
Kata hijrah saat ini menjadi kata yang populer di telinga kita, terutama dengan adanya gerakan dari para artis, publik figur, dan orang-orang yang dahulunya punya masa lalu yang kelam kemudian memutuskan ‘hijrah’ mengenal Islam lebih dalam lagi. Jika ditelisik lebih jauh, kata hijrah dipilih sebagai nama penanggalan dalam dunia Islam. Tepatnya pada momentum perpindahan Nabi Muhammad Saw dari Mekkah ke Yatsrib (yang kemudian diubah menjadi Kota Madinah).
Secara bahasa, kata hijrah berasal dari kata hajara. Dalam kamus Mu’jam al-Wasith, kata ini dimaknai dengan taraka min makaan ila makaan (meninggalkan satu tempat ke tempat lain), dan konteks makna inilah yang dicontohkan Nabi Muhammad yaitu hijrah dari Makkah ke Madinah. Tetapi, apakah hijrah hanya perpindahan fisik semata?. Bagaimana dengan kita masyarakat Indonesia, apakah hijrahnya kita dengan berpindah ke luar negeri sedangkan di Indonesia sendiri kita berada dalam kehidupan yang aman?.
Al-Raghib al-Isfahani dalam Kitabnya Mufradat Alfazh Alquran menjelaskan makna kata hajara dengan mufaraqah al-insan ghairahu imma bi al-badani aw bi al-lisan aw bi al-qalb (meninggalkan orang lain baik secara fisik, lisan maupun hati). Dalam konteks ini maka dapat dipahami bahwa makna hijrah bukan sebatas perpindahan fisik atau perubahan penampilan luar semata, tetapi juga perubahan sikap dan mental kita.
Hijrahnya seorang penuntut ilmu adalah dengan berpindah dari kebodohan menuju ilmu pengetahuan. Hijrahnya seorang pekerja adalah dengan meningkatkan kualitas pekerjaan dan mengikis sikap kemalasan. Sehingga para ulama memberikan definisi menarik bahwa hijrah adalah hajraanu al-syahwati wa al-akhlaaqi al-dzamiimah wa al-khathaaya, meninggalkan hasrat-hasrat yang rendah, moralitas yang buruk dan kesalahan-kesalahan menuju kehidupan yang lebih religius dan berakhlak mulia.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Oleh karena itu, yang terpenting dari memaknai gerakan dan fenomena ‘hijrah’ adalah menyelami substansinya. Jangan sampai kita terjebak pada gerakan euphoria semata, karena banyak orang yang hijrah, lantas ikut-ikutan hijrah tanpa memahami makna sebenarnya dan mengapa kita hijrah. Dalam salah satu hadis yang populer, Rasulullah Saw bersabda:
إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيِهِ
“Sesungguhnya segala amalan itu tidak lain tergantung pada niat; dan sesungguhnya tiap-tiap orang tidak lain (akan memperoleh balasan dari) apa yang diniatkannya. Barangsiapa hijrahnya menuju (keridhaan) Allah dan rasul-Nya, maka hijrahnya itu ke arah (keridhaan) Allah dan rasul-Nya. Barangsiapa hijrahnya karena (harta atau kemegahan) dunia yang dia harapkan, atau karena seorang wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya itu ke arah yang ditujunya.”
Memahami hadis tersebut, substansi hijrah adalah transformasi hati melalui niat yang jernih bukan karena urusan duniawi tetapi karena Ilahi Rabbi. Dengan demikian, hijrah tidak hanya dimaknai dalam pengertian sempit perubahan penampilan fisik semata. Sebab, hijrah yang dilakukan hanya sebatas perubahan penampilan tanpa dibarengi dengan penataan hati, maka yang terjadi adalah kesombongan religiusitas, merasa paling benar dan menganggap ‘rendah’ orang-orang yang belum mendapat hidayah.
Lebih dari itu, hijrah harus dipahami sebagai proses yang terus menerus, belajar lebih dalam lagi terkait ajaran Islam yang ramah dan melahirkan akhlak al-karimah.
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ وَ الحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ
Rabbana aatinaa fi al-dunya hasanah wa fi al-akhirah hasanah waqina ‘adzaab al-naar wa al-hamdu lillaahi rabb al-‘alamiin.
Ya Tuhan kami, anugerahilah kami kedamaian di dunia dan keselamatan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa api neraka yang lahir dari rasa kebencian dan kesombongan kami, dan segala puji hanya bagi-Mu, Tuhan semesta alam.
Rahmatullah Al-Barawi, Fasilitator YIPC Yogyakarta
1 Response
[…] Minggu depan, saudara muslim seluruh dunia merayakan tahun baru Islam atau yang sering dikatakan sebagai Tahun Baru Hijriah. Penanggalan ini ditandai dengan sebuah momentum dimana seorang tokoh besar dunia yang bernama Muhammad serta pengikutnya yang sering dikatakan sebagai Muslim, melakukan proses hijrah dari Mekah ke Madinah. Kata hijrah saat ini sedang banyak diperbicangankan dikalangan milenial. Sebelumnya edisi Pope PeaceNews ini sudah menyajikan tulisan tentang ini, silakan klik disini. […]