Potret Sejarah Islam: Perjumpaan tanpa Pertikaian
Ma’asyiral muslimin, Jamaah Jumat rahimakumullah
Hari ini kita berada di minggu pertama bulan Februari. Tidak banyak di antara kita yang tahu ternyata bulan ini ditetapkan PBB sebagai World Interfaith Harmony Week (WIHW) atau Pekan Kerukunan Umat Beragama Dunia. Lantas, apa pentingnya memperingati hal tersebut? Jika kita menelisik lebih jauh, WIHW diusulkan oleh Raja Abdullah II Yordania dalam sidang PBB tanggal 23 September 2010. Salah satu spirit dari WIHW adalah mengajak dan merangkul para pemimpin Muslim dan Kristiani untuk bersama-sama menghayati dua ajaran fundamental, yaitu loving god dan loving neighbor, atau dalam bahasa Al-Qur`an, habl min Allah dan habl min al-nas.
Sidang Jumat rahimakumullah
Sebagai seorang muslim, sudah semestinya kita menghayati kedua nilai tersebut. Mengapa?. Sebab, Nabi Muhammad Saw hadir dan diutus ke bumi bukan saja memberi rahmat bagi masyarakat atau golongan tertentu, tetapi untuk seluruh alam (rahmatan lil ‘alamin). Semangat inilah yang mulai luntur di tengah perkembangan zaman saat ini. Jangankan membangun hubungan harmonis antar umat beragama, intern umat Islam pun saling mengkafirkan dan menyalahkan. Padahal, perbedaan adalah sunnatullah. Allah Swt berfirman dalam Surah al-Hujurat ayat 13 sebagai berikut:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَٰكُم مِّن ذَكَرٖ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَٰكُمۡ شُعُوبٗا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓاْۚ إِنَّ أَكۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَىٰكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٞ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Sidang Jumat rahimakumullah
Memahami ayat tersebut, Allah Swt menginstruksikan bahwa perbedaan-perbedaan yang ada di tengah kita adalah agar manusia saling mengenal satu sama lain. Ayat tersebut jelas mengatakan kita beragam untuk saling mengenal, bukan saling curiga, saling menghina, saling memfitnah, dll. Oleh karena itu, tepat kiranya usaha yang dilakukan oleh Raja Abdullah II yang menginisiasi World Interfaith Harmony Week. Sebenarnya jika kita mau berkaca dan belajar dari masa lalu, sejarah perjumpaan antara Islam dan Kristen tidak selalu sejarah kelam dan pertumpahan darah. Tentu kita tidak menafikan sejarah kelam tersebut, tetapi sebagai seorang manusia yang mempunyai hati nurani, apakah kita mau terus memupuk dan melestarikan sejarah kebencian tersebut?. Tentu tidak. Sayangnya, sejak kecil, ketika kita belajar Sejarah Kebudayaan Islam, yang hadir justru sejarah peperangan. Seolah Islam disebarkan dengan ‘pedang’ dan kekerasan. Sikap ini juga yang membuat kita tertutup dan enggan berinteraksi dengan umat agama lain.
Karenanya kita perlu mengetahui ternyata banyak sejarah kedamaian antara Islam dan Kristen. Setidaknya dari sekian banyak sejarah damai yang terukir, ada tiga potret sejarah perjumpaan Islam dengan agama-agama lain yang dapat kita renungkan. Pertama, kehidupan awal Nabi Muhammad di Madinah penuh dengan pluralitas. Ada Yahudi dan Kristen yang hidup disana dan semuanya dapat hidup damai di bawah konstitusi yang bernama ‘Piagam Madinah’ (al-Misaq al-Madinah). Salah satu pasal dalam piagam tersebut bahkan dengan tegas menyebutkan “Kaum Yahudi dari Banu Auf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka dan bagi kaum mukminin agama mereka.” Jelas pasal tersebut menjunjung tinggi kebebasan beragama.
Kedua, perjanjian St. Catherine. Tepatnya pada tahun 7 H/628 M, Nabi Muhammad menjamin kebebasan beragama untuk Gereja St. Catherine yang terletak di kaki gunung Musa (Jabal Musa). Ketiga, Katolik Nestorian dan Khilafah Abbasiyah. Sejarah mencatat, selama satu abad, terjadi kerja sama dan hubungan yang baik antara Katolik Nestorian dan Khilafah Abbasiyah di Baghdad, Irak. Bahkan pada masa Khalifah al-Mahdi dan Patriarkh Timoti I terjadi dialog agama antara pemimpin kaum Muslim dan pemimpin umat Katolik Nestorian.
Sidang Jumat rahimakumullah
Berdasarkan beberapa kisah tersebut, ada beberapa poin yang dapat dipetik. Pertama, sebagai umat Islam, kita jangan ‘alergi’ dan anti pati dengan keberagaman yang ada. Sebab, sejarah telah mencatat perjumpaan-perjumpaan yang damai. Tentu sejarah masa lalu yang penuh darah tidak dapat kita ubah, tetapi, masa kini dan masa depan ada di tangan kita. Kedua, momentum WIHW dapat dimaknai sebagai sarana untuk dapat bekerja sama antar umat beragama. Tinggalkan pertikaian, kita rawat persaudaraan. Kita bangun desa, kota, dan negara ini dengan semangat gotong royong. Inilah substansi dan semangat takwa yang harus kita tanamkan. Ketakwaan bukanlah sifat yang melangit, tetapi membumi di tengah masyarakat, menebar manfaat, menolak segala madharat. Terakhir, sebagaimana Imam Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan, “Mereka yang bukan saudara seiman adalah saudaramu dalam kemanusiaan”. Wallahu a’lam.
Alhamdulilah Terpujilah Tuhan, sangat selamat memperingati World Interfaith Harmony Week