TRAINING FOR FACILITATOR?? YANG INI BEDA!
Ini adalah pertama kali bagi saya mengikuti Training For Facilitator (TFF) YIPC, saya sangat bersyukur karena sangat memuaskan dan bahagia dapat bergabung dengan Young Interfaith Peacemaker Community (YIPC) Indonesia. Baru kali ini saya bisa dengan mudah berkenalan dengan orang-orang baru dan hebat pula, mengobrol di meja makan dan membicarakan banyak hal. Saya juga mendapatkan pemahaman baru bahwa ‘memperhatikan dan memberi tanggung jawab kepada teman satu komunitas atau tim kita adalah suatu hal yang penting sebagai bentuk penerimaan dan penghargaan kepada setiap anggota komunitas.’
TFF Juli 2018 ini benar-benar mampu membuat saya maupun komunitas sadar bahwa rasa saling memiliki itu penting, berkomunikasi itu penting, dan membahas mengenai ke-YIPC-an pula penting sebagai dasar agar tahu dimana kita berpijak. Melalui TFF Nasional inilah, kita dari berbagai regional yang berbeda yang sebelumnya hanya bersua melalui media sosial menjadi lebih kenal secara langsung dan semakin mendekatkan kita semua para Fasilitator YIPC se-Indonesia.
Acara ini sangat menyenangkan! Teman-teman baru yang ramah dan berwawasan luas dan materi yang sangat bermanfaat demi pribadi maupun komunitas. Hal ini menjadi motivasi bagi diri sendiri untuk menjadi lebih baik.

Anisa Eka
NGGAK BUTUH PUBLIC SPEAKING? BACA DULU DEH…
Senin (30/7/2018) adalah hari ketiga TFF Nasional YIPC yang berlokasi di Kaliurang yang berhawa dingin inipun sudah menjadi tak terasa lagi, karena kehangatan yang muncul dari kebersamaan kami semua. Bahkan setelah waktu sholat shubuh pun, seperti di event YIPC lainnya, kita akan mengadakan Scriptual Reasoning (SR) bersama, bagi yang belum tahu kegiatan SR ini adalah diskusi Teks Kitab Suci Alquran dan Alkitab mengenai tema tertentu sebagai upaya untuk saling mengenal ajaran yang berbeda dan saling menghormati, tidak untuk mencari suatu kesimpulan dari bacaan keduanya. Setelah kegiatan pagi lainnya, masuklah di acara sesi materi pelatihan yaitu mengenai mengenai Public Speaking yang dibawakan oleh Pak Budi.
Semua orang berbicara dan tentu berkomunikasi. Namun berkomunikasi di depan umum bukanlah sesuatu yang mudah khususnya bagi fasilitator yang diharuskan berbicara di depan banyak orang, orang baru lagi. Melalui pembelajaran Public Speaking, fasilitator dapat menguasai kondisi kelas atau pun ruang publik dalam menyampaikan sesuatu. Di sisi lain dijelaskan pula mengenai berapa lama orang mampu mendengarkan dan menangkap informasi dari pembicara atau fasilitator. Maka dari itu kebiasaan berbicara terlalu banyak di muka umum akan sia-sia khususnya jika hal-hal penting ditaruh belakangan.
Kemudian Pak Budi menjelaskan bahwa dalam komunikasi, intonasi dan gestur adalah hal yang penting. Kemudian masuk ke dalam permainan yakni sambung kata yang mana kami berjajar dan orang paling depan diberi kalimat tertentu dan orang paling belakang akan mendapat informasi mengenai kalimat itu dari orang di belakangnya. Kemudian dilanjut dengan permainan tebak bentuk tanpa memberikan gestur hanya melalui kata-kata dan dimainkan oleh dua orang.
Materi berlanjut mengenai ‘5 teknik komunikasi efektif dan 5 hal besar yang perlu dilakukan saat melakukan public speaking’. Semangat besar, mata besar (menatap audience), senyum besar (membuat suasana yang friendly), gerak yang besar (pembicara harus bergerak), dan suara besar adalah lima hal besar tersebut, dan seorang pembicara atau fasilitator perlu melakukannya.

Anisa Eka yang biasa disapa Ninis (nomor dua dari kiri foto) sedang menikmati diskusi malam di salah satu warung kopi di Kaliurang
Di penghujung sesi, peserta diberikan tema kemudian berdiskusi dengan kelompoknya dan mempresentasikannya di depan. Setiap orang boleh memberikan komentar/saran terhadap penampilan dari kelompok lain dan tentu boleh mengomentari/memberi saran terhadap individu. Hal ini dilakukan agar setiap orang menjadi lebih baik dalam melakukan Public Speaking. Dalam hal ini para fasilitator YIPC semoga menjadi lebih baik lagi dalam menyampaikan materi nilai-nilai perdamaian di setiap event-event kita ya!
Sebagai penutup, saat saya kembali mengenang acara TFF kemrain saya teringat sesuatu, yaitu suasana dingin Kaliurang yang mampu membuat penat saya selama ini menjadi segar kembali. Tetapi saya menjadi teringat juga dengan ucapan salah satu teman saya pada saat mengikuti Peace Camp di Bandung, yaitu persoalan waktu tidur dan istirahat yang kurang selama acara YIPC berlangsung, padat banget. Memang itu benar, akan tetapi di sisi lain saya sadar bahwa kita juga harus selalu siap menderita, karena tanpa penderitaan sesuatu menjadi tak bermakna.
Saya sadar bahwa kita juga harus selalu siap menderita, karena tanpa penderitaan sesuatu menjadi tak bermakna.
Anisa Eka
Hasil Refleksi dari: Anisa EKa Putri Kusmayani, Mahasiswa Studi Agama-Agama UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Fasilitator YIPC Regional Jawa Barat.